Para Petinggi Oi Pertiwi

PARA PETINGGI Oi PERTIWI

Angga Taufik ( Perintis ) Melanjutkan Pendidikan Di Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Cudey Pancasona ( Angkatan I ) Melanjutkan Pendidikan Di STIE STEMBI Bandung / Bandung Bussines School
Achmad Sidik Permana ( Angkatan II ) Melanjutkan Pendidikan Di Universitas Pendidikan Tasikmalaya
Aris Nurrahman ( Angkatan III ) Melanjutkan Pendidikan Di Politehnik Kesehatan Tasikmalaya
Galih Guntara ( Angkatan IV ) Melanjutkan Pendidikan Di Universitas Pendidikan Bandung
Muhammad Eki Ramdani ( Angkatan V ) Melanjutkan Pendidikan Di Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Imam Pirmanda ( Angkatan VI ) Melanjutkan Pendidikan Di STIKES MUHAMADIAH Tasikmalaya
Dzwiky Khermawan ( Angkatan VII ) Melanjutkan Pendidikan Di Sekolah Kemiliteran Palembang
Bima Sakti Bintang Perkasa ( Angkatan VIII ) Melanjutkan Pendidikan Di Universitas Pendidikan Indonesia Tasikmalaya Jurusan Matematika
Lucky Herdiansyah (Angkatan IX)

Rabu, 11 November 2009

Estetika Dalam Berkarya


PENGERTIAN “estetika” semula hanya terbatas pada renungan filsafat tentang seni. Ia membicarakan hal ikhwal seni keindahan dan cita rasa seni. Ajaran Plato mengatakan bahwa seni adalah pencarian dan penemuan secara spontan, wajar dan penuh kejujuran. Seni berkaitan dengan penemuan keselarasan (harmoni) yang sebenarnya ada pada diri semua orang. Seni berada pada alam pratendensi, diluar alam dunia aktual. Hekekat seni teletak dalam angan-angan, di dalam gambaran keindahan abadi yang sempurna. Pandangan Plato tersebut tergolong dalam estetika lama (Yunani) sebab perkembangannya dikemudian hari membuat estetika tidak hanya membicarakan masalah keindahan saja.Namun juga mencakup seni dan pengalaman estetis, karena baik seni dan keindahan dipandang sebagai gejala (fenomena) yang kongkrit dan dapat ditelaah secara empirit dan sistimatik ilmiah.
Pada umumnya orang beranggapan bahwa yang indah adalah seni atau bahwa seni adalah selalu indah, dan bahwa yang tidak indah bukanlah seni. Pandangan semacam ini akan menyulitkan masyarakat dalam mengapresiasi seni sebab seni tidak selalu harus indah, demikian pendapat Herbert Read.
Konsep bahwa seni selalu indah, bahwa seni adalah idealisasi dari alam oleh manusia (ars homo additus nature) seperti yang dianut kebudayaan Yunani kuno sebenarnya adalah salah satu dari yang ada. Ia berbeda dengan ideal seni Cina dan seni India yang cendrung kepada bentuk yang metafisik, abstrak, religius dan lebih bertumpu pada intuisi daripada rasio. Juga berlainan daripada ideal seni bangsa primitif, yang lebih dekat dengan perasaan takut pada gejala alam yang misterius serta keyakinan mereka akan adanya kekuatan gaib yang mengatur hidup mereka.
Seperti karya seni patung aprodite Yunani, patung Budha dari India dan patung berhala dari Irian Jaya adalah mengungkapkan ideal bentuk yang berbeda, sekalipun ketiganya tergolong cabang seni yang sama. Penampilan bentuk aprodite yang serba indah sempurna dan realistis, bentuk Budha yang wajar religius, maupun bentuk patung manusia primitif yang serba menkutkan dan tidak realistis (abstrak) semuanya secara sah dapat digolongkan menjadi karya seni.
Pada dasarnya seni bukanlah sekedar ekspresi dari setiap ideal yang spesifik dalam bentuk yang plastis. Seni adalah ekspresi dari semua ideal yang dapat diungkapkan oleh seniman kedalam tata bentuk plastis yang berkualitas estetis, baik yang serba menyenangkan maupun menakutkan, mengharukan bahkan memuakkan. Nampak bahwa seni tidak selalu mesti indah dan menyenangkan, keindahan harus diartikan sebagai kualitas abstrak yang merupakan landasan elementer bagi kegiatan artistik. Eksponen penting dalam kegiatan ini adalah manusia sedangkan kegiatannya diarahkan untuk menghayati serta menjiwai tata kehidupan (diantaranya termasuk kehidupan estetis).
Dalam peristiwa kegiatan terjadi tiga tahapan, pertama; proses pengamatan perseptual (indrawi) terhadap kualitas materi dari unsur-unsur gerak, warna suara, bentuk dan reaksi-reaksi fisiologis lain yang kompleks. Yang kedua; tata susunan dari kualitas materi tersebut yang tejalin secara organik dalam tatanan bentuk dan pola yang harmonis. Melalui kedua tahapan penghayatan tersebut muncullah kesadaran estetis.
Tahap yang ketiga adalah yang muncul apabila tata susunan yang harmonis tersebut dengan sengaja diciptakan untuk berkorespondensi dengan perasaan (emosi). Maka dapat dikatakan, bahwa emosi atau perasaan itu akan memberikan ekspresi sebagai unsur komunikasi . dalam hal inilah dikatakan bahwa seni adalah ekspresi dan bahwa tujuan sebenarnya dari seni adalah untuk mengkomunikasikan perasaan melalui tatanan bentuk plastis yang harmonis. Sedangkan arti dari keindahan, sebenarnya lebih mengacu pada perasaan yang dikomunikasikan lewat tata bentuk itu.
Sebenarnya unsur permanen dalam diri manusia yang berkorespondensi dengan unsur-unsur bentuk dari seni adalah kepekaan (perasaan) estetis. Jadi kepekaan estetis ini bersifat tetap, sedangkan yang bervariasi adalah pengertian-pengertian yang dibentuk manusia atas abstraksi terhadap impresi-impresi dari indrawi kehidupan unsur-unsur variasi dalam seni yakni apa yang dimaksud dengan ekspresi. Oleh karena ekspresi dipandang sebagai ungkapan gejala kejiwaan yaitu “The transformation af an element of sensation into the qualy of thing” demikian G. santayana (The sense of beauty). Apabila orang melihat sesuatu obyek mengandung keindahan maka ia melihat dan merasakan adanya tatanan nilai yang harmonis baik dalam tata bentuk, tata warna, proporsi maupun susunan dari obyek.
Keindahan adalah kesadaran nilai yang muncul di dalam presepsi kita yang muncul sewaktu menanggapi ekspresi sesuatu obyek. Keindahan adalah unsur emosional sesuatu perasaan terpesona yang menyenangkan pada diri kita, yang ditimbulkan dari unsur-unsur karya keindahan merupakan kesadaran yang bersifat apresiatif, suatu sensasi yang membangkitkan kekaguman dan penghargaan.
Dari uraian diatas dapat diringkaskan bahwa sebenarnya terdapat konsep tentang “keindahan”, yaitu konsep obyektif dan konsep subyektif.
Konsep obyektif beranggapan bahwa keindahan adalah sifat atau kualitas yang secara intern melekat pada suatu karya yang tidak tergantung kepada proses pengamatan/penafsiran. Keindahan adalah ciri dari suatu obyek yang ditimbulkan oleh adanya keserasian (harmoni) diantara bagian-bagiannya, sehingga memenuhi prinsip-prinsip tertentu.
Konsep subyektif menganggap bahwa keindahan sebenarnya hanya tanggapan perasaan dalam diri kita sewaktu mengamati karya yang harmonis tersebut. Jadi sangat tergantung kepada tanggapan kita masing-masing untuk menilai apakah karya tersebut indah atau tidak.
Teori/konsep Yunani lama lebih cendrung kepada konsep obyektif, dimana keindahan karya dapat dicapai apabila bagian-bagiannya dapat diatur secara harmonis berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Itulah sebabnya lahir “The great theory of beauty” yang menerapkan prinsip matematika sebagi acuan keindahan arsitektur Yunani. Kita kenal apa yang disebut perbandingan sebagai acuan yang menetapkan standar keindahan karya, yang dapat menimbulkan perasaan puas untuk sementara waktu.
Sementara itu konsep seni Herbert Read dan Santayana berpegang kepada konsep modern, yang beranggapan bahwa “seni tidak selau indah menyenangkan” ideal keindahan dapat bervariasi dan sangat tergantung kepada ideal dari tata nilai kehidupan. Keindahan adalah nilai (value) yang dibentuk citarasa perasaan manusia yang bersifat subyektif, sebagai tanggapan emosional terhadap kualitas bentuk suatu karya.
Adanya dua konsep yang saling berlawanan (obyektif-subyektif) yang saling berlawanan itu melahirkan konsep lain yang bersifat kompromi, yaitu teori “Einfhulung” dari Friederick Vischer. Teori ini berasumsi bahwa dalam proses pengamatan suatu karya seni, kita sebenarnya tanpa disadari telah menempatkan diri kita sendiri ke dalam karya seni tersebut. Einfhulung berarti keadaan merasakan diri sendiri atau memproyeksikan diri ke dalam obyek dalam peristiwa ini kita menghayati serta menikmati (secara transdental) kualitas bentuk karya sehingga menimbulkan sensasi kenikmatan serta perasaan yang menyenangkan. Proyeksi perasaan dari pengamat bersifat subyektif, sementara kualitas tata bentuk obyek yang diamati bersifat obyektif. Dalam peristiwa ini telah terjadi interaksi perseptual antara kualitas obyektif karya dengan subyektif dari pengamat. Pada dasarnya seni memang sengaja diciptakan untuk berkorespondensi dan berinteraksi dengan perasaan estetis manusia, sehingga menimbulkan kesadaran apresiasi aktif baik yang menyenangkan, mengharukan, menggelikan atau menakutkan bahkan memuakkan. Dengan begitu seniman dituntut kreatif dan komunikatif.




Selasa, 10 November 2009

seputar Seni


Disadari maupun tidak dalam kehidupannya manusia tidak terlepas dari tiga proses pokok, yang berupa aktifitas. Aktifitas yang bersifat teoritis, aktifitas yang bersifat praktis dan aktifitas yang bersifat puitis.
pertama > AKTIFITAS YANG BERSIFAT TEORITIS yaitu aktifitas yang dilakukan karena terdorong oleh rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat, dialami dan dirasakan terhadap fenomena yang dihadapi sehari-hari---->misal : peristiwa terjadinya siang malam, adanya musim--->hingga manusia membuat tempat tinggal, busana dll.
proses kedua > AKTIFITAS YANG BERSIFAT PRAKTIS yaitu sebagai kelanjutan dari aktifitas yang bersifat teoritis, merupakan realisasi dari pengetahuan yang didapat sebelumnya untuk membuat barang guna yang kemudian dapat membantu memperingan, mempermudah dan mempercepat pekerjaan sehari-hari---->misal : adanya jarak---->hingga manusia menciptakan motor, mobil dll.
proses ketiga > AKTIFITAS YANG BERSIFAT PUITIS.yaitu aktifitas ayau kegiatan manusia yang melibatkan perasaan manusia yang penerapannya dalam bentuk PENGUNGKAPAN ATAU PENIKMATAN KARYA SENI. Ditinjau dari segi bahasa " PUITIS " berasal dari bahasa latin POETIKA --> yaitu orang yang mampu merasakan dan mengungkapkan keindahan. menurut ARISTOTELES kata " poetika " berarti juga seni.
BERBAGAI PENDAPAT MENGENAI
Dari segi bahasa menurut PADMA PUSPITA kata seni berasal dari bahasa BELANDA " GENIE " dan genie ini jika ditelusuri berasal dari bahasa LATIN " GENIUS " (yang artinya orang jenius) ==>adalah orang yang sejak dari kelahirannya mempunyai kemampuan yang menakjubkan. SENI MERUPAKAN HASIL DARI PROSES KREATIF YANG DILAKUKAN OLEH MANUSIA (SENIMAN)
Soedarso SP dalam bukunya " Tinjauan Seni " antara lain menjelaskan bahwa secara terminologis
ada yang menyebutkan bahwa seni berasal dari kata " SANI " bahasa sansekerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur.-->Syilpa (bahasa sansekerta) berwarna-->su-syilpa berarti dilengkapi dengan benrtuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah-->segala macam kekaryaan yang artistik SYILPASASTRA-->pedoman atau buku patokan bagi para syilpin (para tukang termasuk seniman) Di Dunia Barat dikenal dengan istilah "ars-->ars adalah tehnik atau craftsmanship yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu. artes-->kelompok orang yang memiliki kemampuan tersebut. artista-->anggota yang ada dalam kelompok-kelompok tersebut ( ARTSIS = SENIMAN )
ALEXANDER BAUMGARTEN filsuf kebangsaan jerman (1714-1762) SENI adalah KEINDAHAN-->karya yang berujud /berbentuk yang bertentangan dengan rasa kesenangan dan keindahan dianggap bukan karya seni.
ARISTOTELES ( hidup abad VI sebelum masehi) SENI adalah imitasi dari alam " ARS IMITATUR NATURAM "-->kodrat manusia sejak dari kanak-kanak hingga dewasa adalah meniru dengan meniru manusia merasa bahagia, nikmat sekalipun obyeknya sendiri kurang menarik " hasil tiruanya kurang menarik
BENEDETTO CROCE Seni adalah intuisi, penciptaan keindahan pada hakekatnya adalh proses kejiwaan.
KI HAJAR DEWANTARA--> Seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaanya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan perasaan manusia.
HERBERT READ berpendapat bahwa seni itu tidak harus dihubungkan dengan keindahan, baik itu dipandang secara historis (karya seni masa lampau) ataupun dipandang dari sudut sosiologis (manifestasi hasil seni masa kini)
SENI merupakan hasil dari proses kreatif yang dilakukan oleh manusia (seniman)
KONSEP SENI ATAU DEFINISI SENI SANGAT BERAGAM BAHKAN ADA YANG BERTENTANGAN. HAL INI MENUNJUKKAN DEFINISI SENI TIDAK MUNGKIN DISERAGAMKAN ATAU DIBUAT TUNGGAL ATAU UNIVERSAL (MEWAKILI SEMUA) MASING-MASING DEFERNISI MEWAKILI BAIK JENIS, SIFAT MAUPNN BENTUK SENI SESUAI DENGAN KONDISI SERTA JAMANNYA
TEORI OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
TEORI OBYEKTIF = teori yang menempatkan keindahan pada OBYEK karya seni, keindahan terdapat pada benda yang diamati. teori ini dianut oleh PLATO dan HEGEL ~ terciptanya nilai keindahan disebabkan oleh terpenuhinya pertimbangan antara bentuk-bentuk pada sebuah karya (benda seni)
TEORI SUBYEKTIF = teori yang berpendapat keindahan itu sifatnya rohaniah, tidak dimiliki oleh obyek (benda) yang bersifat fisik
KREATIFITAS adalah kemampuan untuk menemukan, membuat, merancang serta memadukan gagasan baru atau lama menjadi bentuk kombinasi yang baru.
KREATIFITAS adalah salah satu kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuan-kemampuannya yang lain, hingga sebagai keseluruhanya dapat mengintegrasikan / memadukan rangsangan(stimuli) luar " apa yang telah dialaminya dari luar saat ini / sekarang" dengan rangsangan (stimuli) dalam "apa yang telah dimiliki sebelumnya / memori "sehingga tercipta kebulatan yang baru" (PRIMADI, 1978)
KREATIFITAS adalah SEBUAH PROSES ~ tidak da seorangpun yang tiba-tiba saja menemukan sesuatu tanpa rangsangan tanpa adanya rangsangan (STIMULI) yang mendahuluinya.
KREATIFITAS adalah merupakan suatu titik temu antara manusia dengan lingkungannya~sebagai hasil imajinasi yang dipengaruhi oleh kodratnya sebagai manusia yang diberi akal serta pikiran oleh Allah SWT sehingga manusia selalu ingin mencari jalan keluar.
Menurut Dr. LL THURSTONE dalam pekerjaan kreatrif intelegensitas yang sangat tinggi tidaklah sama dengan yang memiliki bakat.
Menurut Drs. KATJIK S. ~ kreatifitas seni dan kreatifitas tehnologi dalam proses tahapanya hampir sama (tidak sama persis) dalam karya seni mengandung faktor emosi, sedangkan pada tehnologi mengandung faktor rasio atau eksak tetapi keduanya mengandung faktor logika walaupun kadar logikanya kadang-kadang berbeda.




Selasa, 03 November 2009

Angklung



Angklung adalah instrument yang terbuat dari bambu, dan dalam khasanah musik etnis Indonesia sangat mewarnai kehidupan music tradisional di Jawa Barat. Seni pertujunjukan angklung dapat dikatakan telah ‘mendunia’, hal ini tidak lain berkat peranan para seniman dan grup/sanggar seni yang memperkenalkannya. Tokoh angklung Daeng Soetigna adalah orang yang telah berhasil menciptakan angklung modern yang bersekala nada diantonis, hingga instrument sederhana yang semula hanya mampu untuk mengiringi lagu-lagu Sunda pedesaan atau pada upacara/ritual seperti Seren Taun, akhirnya dapat digunakan sebagai instumen music yang mampu memainkan jenis lagu apapun seperti Pop, Dangdut, Keroncong dan yang lainnya termasuk lagu-lagu barat baik secara instrumentalia maupun barat iringan nyanyian.
Salah seorang seniman yang berperan pula dalam perkembangan music angklung adalah
Udjo Ngalagena yang lebih dikenal dengan nama ‘Mang Udjo’, telah berhasil berkiprah untuk memajukan angklung agar dapat dinikmati oleh para wisatawan dalam dan luar negeri dengan mendirikan Padepokan Saung Angklung Udjo. Mang Udjo telah berhasil pula membuat empat tangga nada, hingga angklung selain mampu tampil sebagi ansamble musik dengan sekala tangga nada diantonis, mampu pula dalam sekala tangga nada yang terdapat pada dunia music etnis sunda. Keempat tangga nada itu adalah laras Pelog, laras Salendro, laras Madenda, dan laras Degung, (Soedarsono,2002:333).
Angklung juga telah berhasil ditampilkan dalam berbagai pertunjukan di dalam dan di luar negeri semenjak Presiden RI pertama, Soekarno, angklung dijadikan materi pagelaran ditingkat kenegaraan yaitu untuk menyambut dan menghibur para kepala Negara dan kepala pemerintahan yang mengadakan lawatan ke Indonesia. Selain itu, angklung telah dibawa keliling dunia untuk diperkenalkan dan menghibur masyarakat asing, seperti yang telah dilakukan oleh grup kesenian KABUMI UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dan termasuk menghibur di Istana Negara yang lebih dari 120 kali pertunjukan, yaitu di masa Presiden Soeharto dalam rangka jamuan makan malam kenegaraan. Disampin itu, banyak sekolah dan perguruan tinggi yang juga berkiprah memperkenalkan angklung di luar negeri.